“…aku selalu merindukannya, aku selalu memikirkannya, senyuman nya yang indah, tatapan mata nya, lembut ucapan nya dan wangi tubuh nya, sungguh tak dapat aku lupakan. Ada apa dengan hati ku? Kenapa aku tak dapat berpaling dari mu? Mantan kekasih ku…”
Saat orang – orang mulai memenihi gereja, segere ku tutup buku ku dan bergegas masuk, selagi masih ada tempat di barisan paling depan untuk ku. Dua jam sudah berlalu. Saat satu per satu dari mereka mulai berhamburan, aku masih duduk dan termenung. Ku lipat tangan ku dank u pejamkan mata ku.
“ Tuhan,, jika menurut mu aku salah, mengapa dulu kau biarkan aku larut dalam cinta nya? Kenapa kau berikan aku cinta jika aku tak dapat memilikinya? Salah kah aku jika begitu mencintai nya? Bukan kah cinta itu anugrah dari Mu? Maafkan aku Tuhan…. Tolong aku…. Jangan biarkan aku berpaling dari mu.”
Aku masih termenung, masih enggan untuk beranjak dari tempat ku. Hingga pada saat jam berdetak untuk yang ke-8 kali nya, barulah ku tegakkan badan ku, ku langkahkan kaki ku meninggalkan gereja tua itu.
Aku berjalan di bawah daun – daun yang berguguran. Angin di malam itu tak hanya menusuk – nusuk tulang ku, namun juga membawa wangi yang tak asing lagi bagi ku. Ku hirup udara yang dingin di malam itu dalam – dalam, dan untuk sejenak aku pun terdiam. Wangi itu seakan menghipnotis ku. Bergegas aku mencari dari mana datangnya wangi itu. Dan tenyata,,, wangi itu menuntun ku kepada Elisya. Slisya yang sedang duduk di sudut taman dengan sebuah buku di tangannya.
Saat ku sapa dia terlihat jelas kesenangan bercmpurbgugup di wajah nya. Kami pun larut dalam pembicaraan, kembali mengenang masa – masa indah yang pernah kami lewati bersama. Sebuah kenangan yang membuat dia tertawa bahagia malam itu.
Malam semakin larut, udara pun semakin dingin. Angin membelai rambut nya yang hitam. Kurapihkan rambutnya dan kurasakan betapa dingin kulit halus nya. Langsung kupakaikan jaket ku pada nya. “Terima kasih” ucapnya dengann lembut. “hmmm,, aku harus segera pulang, orang tua ku pasti cemas menunggu di rumah” tutur Elisya. “Biar ku antar” balas ku cepat.
Kami pun langsung beranjak dari taman, menyusuri jalan yang kini sepi. Sepanjang perjalanan tak ada satupun dari kami yang bicara. Hingga pada saat kami berhenti di depan rumah dengan taman yang indah, suara nya yang merdu memecah kesunyian. “Terima kasih untuk malam ini, terima kasih karena kau telah menemani ku tadi” kata – kata nya begitu canggung hingga aku tak tahu harus nerkata apa. ”ya,,, dapatkah kita bertemu lagi?” Tanya ku dengan menggebu. ”Sure, if we have a time” jawab Elisya dengan manis.
Saat ku tak dapat melihatnya lagi, aku pun bergegas pulang. Rumah kami hanya terpisah 3 blok tapi kami jarang bertemu sejak putus beberapa bulan yang lalu.
Hari silih berganti, namun tak jua ku lihat diri nya. Entah karma ia sibuk kuliah atau mungkin kini ia lebih sering menghabiskan waktu bersama keluarga atau mungin temannya. Entah lah, aku tak tahu…
Hingga pada suatu hari, ku terima pesan darinya. Elisya menunggu ku di taman malam ini. Sepulang dari gereja aku pun bergegas menuju taman. Aku sudah tak sabar untuk bertemu dengannya. “hi Sya,, maaf ya kamu harus menunggu lama” ucap ku mengawali pembicaraan. “taka pa, aku hanya ingin mengembalikan jaket mu Jul, maaf ya malam itu aku lupa” tutur Elisya dengan sebuah senyuman manis. “ya ampuun Sya,, tak kamu kembalikan pun taka apa – apa” jawab ku sambil tertawa.
Tak pernah habis kata – kata ku jika bersamanya. Elisya bagaikan magnet bagi ku. Tanpa sadar ku ucapkan hal yang selama ini aku ingin aku tanyakan. “Sya,, apakah kau masih menyimpan perasaan dan harapan yang sama seperti dulu?” Tanya ku. Elisya pun terpaku, raut wajah nya berubah senyum nya memudar dan kulit nya memucat. “sesungguhnya rasa itu tak pernah mati, tapi bagaimanapun juga aku harus melupakannya” jawab nya pelan. “Sya,, jika cinta ada untukk menyatukan manusia, mengapa kita harus berpisah? Kau dan aku?” ku genggam tangan ku yang dingin, tak satupun kata keluar dari mulut nya. “seperti yang kau tahu, aku sangat mencintai mu. Begitu pula perasaan mu pada ku, aku tahu itu. Aku tak bisa jika harus terus jauh dari mu, aku tak bisa membunuh rasa cinta ku pada mu. Apa salah ku? Apakah karena……” “cukup Jul, jamgan kau lanjutkan lagi, tak usah kau pikirkan, lupakan aku Jul, lupakan!” Elisya memotong ucapan ku, air mata nya mulai mengalir, membasahi wajahnya. “apa karma kita berbeda? Apa karma kau selalu bersujud pada Tuhan mu, sedangkan aku tak pernahmelakukan itu karma aku hanya dapat berdoa pada Tuhan ku. Apa hanya karma itu?” ucap ku dengan penuh emosi.
Elisya pun langsung melepaskan tangannya dari genggaman ku. “Itu bukan karena! Itu bukan hanya! Sudah cukup jelas bagiku! Sudah cukup jelas bagi mu! Sampai kapan pun tak ada jalan bagi kita untuk bersatu, Karena Tuhan kita, Tuhan ku dan Tuhan mu tak akan pernah mengizinkan itu!” tutur Elisya sambil menangis. Aku bisa merasakannya, cinta yang begitu besar saat aku memeluknya. Tak ada lagi yang dapat aku ucapkan karma ku tak ingin ada lebih banyak air mata membasahi pipi nya. Elisya pun melepaskan tubuhnya dari pelukan ku, dengan terbata – bata ia berkata: “ Julian,, aku mohon pada mu. Bukannya aku tak mencintaimu, tapi cinta kita itu semu. Aku tak ingin lebih banyak berharap dan memberikan harapan kosong. Sebelum terlambat lebih baik kita akhiri semua ini” Sesaat sebelum ia pergi, ku rasakan sebuah kecupan hangat di kening ku. Ku harap ia akan kembali, memeluk ku dan berkata bahwa ia akan memperjuangkan cintanya untuk ku. Tapi nyata nya tidak, kini ia benar – benar pergi !
Tanpa ku sadari, air mata bergulir di pipi ku. Aku benar – benar merasakan ketidakadilan. Aku benar – benar merasakan kekecewaan yang begitu mendalam. Mengapa semua ini terjadi pada ku? Kenapa aku harus melihat cinta yang tk bisa ku miliki? Cinta pada dua jalan yang berbeda, yang tidak dapat bertemu pada ujung yang sama. Cinta yang tak mungkin untuk menyatu sepenuhnya. Aku,, benar – benar kehilangan.
Demi Tuhan nya, Elisya meninggalkan aku…
Demi Tuhan ku, aku merelakan Elisya…
Namun kisah ini, cinta ini, akan selalu ku ingat dan akan menjadi keping
N terindah yang tak akan pernah terlupakan dalam hidup ku.
Selasa, 03 November 2009
Cerpen : Tuhan ku dan Cinta ku
Diposting oleh dewi di 12.12
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar